Authentication
270x Tipe DOCX Ukuran file 0.06 MB
Gadis penjual bunga Springdale adalah nama sebuah desa yang berada di lembah hijau nan subur dan permai. Itu sebabnya, sebagian besar penduduk di desa tersebut bekerja sebagai petani. Selain menanam sayur dan buah- buahan, penduduk di Desa Springdale gemar juga menanam berbagai jenis bunga, seperti bunga mawar, bunga anggrek, bunga tulip, dan masih banyak lagi jenis bunga yang lainnya. Pagi itu, suasana pasar di Desa Springdale cukup ramai. Penjual dan pembeli memenuhi setiap sudut pasar. Di tengah-tengah pasar tersebut terdapat deretan kios-kios yang diperuntukkan untuk menjual berbagai macam jenis bunga. Tampak banyak sekali bunga yang berwarna-warni. Ada bunga yang berwarna merah, kuning, biru, ungu, putih, dan juga berwarna pink. Semuanya terlihat sangat indah. Hampir setiap kios bunga ramai dikunjungi pembeli, kecuali satu kios bunga yang terletak paling ujung dari deretan kios-kios bunga tersebut. Penjaga sekaligus penjual bunga di kios tersebut adalah seorang perempuan muda berusia kurang lebih 17 tahun. Nama perempuan tersebut adalah Rosemary. Sebetulnya, cukup banyak orang yang berlalu-lalang di depan kios bunga milik Rosemary. Setiap kali ada orang yang lewat di depan kiosnya, Rosemary mengambil beberapa tangkai bunga lalu menawarkannya kepada mereka,”Silakan Tuan, Nyonya, beli bunga milik saya ini. Ada bunga mawar, melati, anggrek, dan masih banyak yang lainnya”. Meskipun begitu, tak satu pun orang yang mau membeli bunga miliknya. Hampir semua orang cepat-cepat menghindar ketika Rosemary menawarkan bunga kepada mereka. Tapi, ada juga yang menolak tawaran Rosemary dengan nada halus. Sudah berjam-jam lamanya Rosemary menawarkan bunga yang dijual di kios miliknya tersebut. Namun, tak ada orang yang mau membeli bunganya walau satu tangkai pun. Sementara, sinar matahari sudah mulai menyengat kulit dan itu tandanya hari sudah siang. Pengunjung pasar hanya tinggal beberapa orang saja dan para penjual pun mulai membereskan barang dagangannya untuk pulang ke rumah masing-masing. Rosemary merasa sedih karena hari itu tidak ada bunganya yang terjual dan tentu saja ia tidak mendapatkan uang sepeser pun. Dengan wajah yang lesu dan tubuh yang lemas, Rosemary mulai mengemasi bunga dari kiosnya. Ia memasukkan bunga-bunga tersebut ke dalam keranjang untuk dibawa pulang. Ketika Rosemary sedang mengemasi bunga-bunga miliknya, tiba-tiba terdengar suara dari sekelompok orang yang lewat dan kemudian mengejeknya,”Bagaimana hasil jualanmu hari ini Rosemary? Pasti tidak ada yang laku ya … ha,ha,ha …” “Lebih baik berjualan makanan ternak saja”. “Lihat Rosemary, wajahmu itu tidak seindah bunga yang kau jual”. “ Lebih baik buka saja kerudung yang menutupi wajahmu yang jelek itu. Pakai kerudung pun tetap saja orang-orang tahu kejelekan wajahmu.” “Mungkin kamu terkena kutukan ya, Rosemary sehingga wajahmu jelek Begitu. Aduh kasihan … ha,ha,ha …”. Ternyata, kata-kata ejekan itu berasal dari para perempuan, yang sama-sama menjadi penjual bunga di kios-kios bunga yang lain. Rosemary diam saja mendengar kata-kata ejekan itu. Meskipun demikian, jauh di dalam hatinya, Rosemary merasa sedih dan terluka. Memang benar bahwa wajah Rosemary terlihat jelek karena sebagian wajahnya terlihat berwarna hitam. Itulah sebabnya orang lain sering mengejek atau merasa katakutan apabila melihat wajah Rosemary. Jadi, tidak mengherankan jika Rosemary tidak memiliki teman dan ia merasa sangat kesepian. Siang itu, sehabis berjualan, Rosemary pulang berjalan kaki ke rumahnya. Ia melewati jalanan sepi yang terletak di tepi aliran sungai. Pikirnya, di jalan yang sepi seperti itu, ia tidak akan menjumpai seorang pun yang akan mengejeknya. Dari raut wajah Rosemary dapat terlihat bahwa pikiran dan perasaannya terasa kacau dan tak menentu. Rosemary berjalan dengan lambat sambil melamun. Dalam hatinya ia berkata,”Mengapa aku harus dilahirkan dengan wajah seperti ini? Aku sama sekali tidak ingin dilahirkan dengan wajah yang buruk. Belum lagi, aku sudah menjadi anak yatim piatu sejak kecil. Hidup ini memang tidak adil … aku benci semuanya … ”. Selama ini, segala keluhan hanya dipendam oleh Rosemary dalam hatinya. Tapi sesekali, Rosemary menceritakan keluhan dan penderitaan yang ia alami kepada Bibi Matilda, yang sudah belasan tahun tinggal bersamanya. Setiap kali Rosemary mengungkapkan keluhannya, Bibi Matilda selalu menghibur dan menguatkan semangatnya. Panas terik dan rasa lelah setelah berjualan di pasar sejak pagi hari, membuat Rosemary berhenti sejenak dan berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang. Sambil berteduh, Rosemary mengeluarkan bekal yang dibawanya dari rumah, yaitu dua potong roti yang telah diolesi selai kacang. Kebetulan, Rosemary pun sudah merasa lapar sekali. Ia bermaksud memakan roti tersebut sementara berteduh dari terik sinar matahari. Setelah menyandarkan punggung di batang pohon dan meluruskan kedua kakinya, Rosemary mengambil sepotong roti dan siap untuk memakannya. Baru saja Rosemary hendak melahap roti tersebut, tiba-iba terdengar suara seseorang yang menegurnya. “Nona, bolehkah kakek meminta sepotong roti darimu?” Rosemary tersentak kaget mendengar suara yang tiba-tiba tersebut. Dengan wajah tertegun, Rosemary memandang wajah seorang kakek tua yang telah berdiri di sampingnya. “Apakah kau kaget melihatku, Nona? Aku hanyalah seorang kakek yang sedang lewat di jalan ini. Kebetulan aku melihatmu sedang makan roti. Aku ingin minta sepotong roti darimu karena aku merasa lapar. Itu pun jika engkau mengizinkan,”seru kakek kepada Rosemary. “Oh … ehm … boleh, boleh, tentu saja boleh, Kek. Ini, ambillah,”kata Rosemary sambil mengulurkan sepotong roti kepada si kakek. “Kebetulan juga Kek, hari ini aku membawa dua potong roti sebagai bekal makan siang,”lanjut Rosemary lagi. “Terima kasih, Nona. Engkau memang seorang perempuan yang sangat baik. Maaf kalau aku mengganggu makan siangmu,”seru kakek sambil memakan roti itu dengan lahap. “Oh, tidak apa-apa, Kek. Sudah kewajibanku untuk membantu orang lain yang membutuhkan,”jawab Rosemary yang juga sedang mengunyah roti di mulutnya. Kakek tua itu tersenyum sambil melanjutkan makan roti. Sementara, Rosemary pun membalas dengan hal yang sama. Dalam waktu singkat, keduanya telah menghabiskan roti sampai tak bersisa. “Wah, perutku sudah terasa agak kenyang sekarang. Terima kasih banyak, Nona. Oh ya, aku belum tahu siapa nama nona. Boleh aku tahu nama nona?”sahut kakek tersebut dengan nada ingin tahu. “Ehm … namaku Rosemary, Kek,”jawab Rosemary pelan. “Rosemary … wah, itu nama yang bagus sekali nona. Tapi, mengapa wajahmu terlihat murung, Nona?”tanya si Kakek keheranan. “Apakah dari tadi Kakek tidak melihat wajahku yang buruk ini?”Rosemary balik bertanya. “Oh, jadi itu masalahnya. Rosemary, aku sudah melihat wajahmu sejak aku berbicara denganmu pertama kali. Meskipun begitu, aku tidak kaget dan tidak takut melihatnya,”jawab Kakek sambil tersenyum. “Benarkah begitu, Kek?” tanya Rosemary lagi. “Benar, Rosemary. Kakek tidak berbohong. Kakek bisa tahu apa yang kaurasakan saat ini. Tapi bagi Kakek, engkau adalah seorang perempuan yang sangat cantik, secantik bunga-bunga yang ada dalam keranjangmu. Kebaikan hatimulah yang membuat engkau sangat cantik, Rosemary,”jawab kakek tetap dengan senyuman. “Selama ini, hanya Bibi Matilda dan kakek saja yang berkata seperti itu. Sedangkan yang lainnya, selalu mengolok-olok aku,” kata Rosemary dengan suara pelan. “Rosemary,”seru kakek dengan suara perlahan. “Aku tahu engkau adalah seorang perempuan yang baik hati. Oleh karena itu, engkau berhak untuk menerima pemberian dariku,”sambung si Kakek sambil memberikan setangkai bunga mawar merah yang belum mekar pada Rosemary. Mendapat setangkai bunga mawar merah yang belum mekar, Rosemary menjadi bingung. Ia pun bertanya kepada si Kakek. “Kek, mengapa kakek memberikan bunga ini kepadaku? Bukankah aku memiliki banyak bunga di dalam keranjangku?” tanya Rosemary dengan wajah bingung. “Rosemary, bunga mawar yang kuberikan kepadamu itu bukanlah bunga biasa. Bunga tersebut akan mekar dengan sendirinya dalam waktu 3 hari. Setelah bunga itu mekar, ucapkanlah satu permohonan maka permohonanmu tersebut akan menjadi kenyataan. Hanya, engkau tidak dapat memohon orang yang telah meninggal untuk dapat hidup kembali,” jawab si Kakek dengan panjang lebar. “Benarkah semua yang kaukatakan itu, Kek?” tanya Rosemary lagi. “Betul, Rosemary. Kakek tidak berbohong padamu. Oleh karena itu, pikirkanlah baik-baik apa yang akan kau minta sebelum engkau mengucapkannya. Baiklah, Kakek harus melanjutkan perjalanan sekarang. Sampai jumpa lagi Rosemary dan terima kasih untuk roti yang sudah kau beri buat Kakek,” seru Kakek pada Rosemary. “Sama-sama, Kek. Aku juga berterima kasih untuk bunga yang Kakek berikan padaku ini. Hati-hati di jalan ya, Kek,” kata Rosemary. “Baiklah, kakek akan berhati-hati di jalan. Selamat tinggal, Rosemary,” seru kakek sambil melambaikan tangannya. Kakek tua tersebut berjalan perlahan meninggalkan Rosemary. Sementara itu, Rosemary masih termenung sambil memandangi setangkai bunga mawar yang diberikan olek kakek tadi. Dalam diri Rosemary bercampur baur perasaan antara bingung dan gembira. Dia bingung apakah permohonannya nanti akan terkabul ataukah tidak. Sebaliknya, Rosemary merasa gembira karena seandainya perkataan kakek benar, ia memiliki kesempatan untuk memiliki wajah yang bersih dan cantik seperti perempuan- perempuan yang lain. Hari itu, Rosemary pulang ke rumah dengan membawa sekeranjang bunga yang tidak laku terjual dan juga setangkai bunga mawar yang belum mekar, pemberian si kakek. Rosemary tidak memberitahukan tentang setangkai bunga yang diberikan oleh kakek karena pikirnya Bibi Matilda akan menganggap dirinya terlalu mengada-ada. Lagipula, ia belum tahu apakah betul bunga tersebut dapat mengabulkan
no reviews yet
Please Login to review.