jagomart
digital resources
picture1_16 Pembuatan Demplot Budidaya Kepiting Soft Cell Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Pesisir | Perikanan Dan Kelautan


 320x       Tipe DOC       Ukuran file 0.13 MB    


File: 16 Pembuatan Demplot Budidaya Kepiting Soft Cell Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Pesisir | Perikanan Dan Kelautan
pembuatan demplot budidaya kepiting soft cell sebagai upaya pemberdayaan masyarakat pesisir tim peneliti balitbang prov jateng jl imam bonjol 190 semarang ringkasan pendahuluan kepiting bakau atau mud crab merupakan salah ...

icon picture DOC Word DOC | Diposting 29 Jun 2022 | 3 thn lalu
Berikut sebagian tangkapan teks file ini.
Geser ke kiri pada layar.
          PEMBUATAN DEMPLOT BUDIDAYA KEPITING SOFT CELL SEBAGAI
               UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR
                  Tim Peneliti Balitbang Prov. Jateng
                   Jl. Imam Bonjol 190 Semarang
                       RINGKASAN
        Pendahuluan
           Kepiting bakau atau  mud crab   merupakan salah satu jenis  Crustacea, yang
        memiliki nilai ekonomis penting. Sejak beberapa tahun terahir populasi kepiting bakau di
        daerah pesisir utara maupun selatan Jawa Tengah semakin berkurang, hal ini antara lain
        disebabkan karena eksploitasi terhadap sumberdaya kepiting yang sangat intensif dan
        semakin berkurangnya habitan kepiting yaitu hutan bakau (mangrove) di wilayah pesisir.
        Eksploitasi   sumberdaya   perairan   yang   mengabaikan   kelestariannya,   baik   karena
        pemanfaatan yang berlebih maupun dengan cara merusak habitat, pada akhirnya akan
        memiskinkan masyarakatnya. 
           Seharusnya kegiatan eksploitasi penangkapan harus dibarengai dengan kegiatan
        budidaya. Salah satu sumberdaya perikanan yang memiliki  nilai ekonomis penting dan
        merupakan komoditas ekspor adalah kepiting bakau (Scylla serrata  Forsskal, 1775).
        Permintaan pasar domestik maupun dunia makin meningkat dari tahun ke tahun. Salah
        satu produk kepiting yang diminati konsumen adalah kepiting dengan cangkang lunak
        (Soft shell). Kepiting Soft shell merupakan komoditi primadona yang bernilai ekonomis
        tinggi (pada tahun 2005 sekitar Rp. 40.000,-/kg). 
           Berkaitan dengan budidaya kepiting  Soft shell  di wilayah pesisir Kabupaten
        Pemalang   khususnya   dan   pesisir   Pantura   umumnya   (seperti   Demak,   Jepara   dan
        Rembang), terdapat beberapa permasalahan di antaranya adalah sebagai berikut :
        Masyarakat pada umumnya belum banyak mengenal kegiatan budidaya kepiting Soft
        shell, sehingga kegiatan ini belum banyak dilakukan oleh masyarakat setempat. 
           Usaha budidaya kepiting dengan cangkang lunak telah dilakukan oleh beberapa
        petani di Kabupaten Pemalang. Budidaya kepiting bakau dilakukan di tambak seluas 3
        hektar yang dikelola oleh 3 kelompok petambak, tiap kelompok beranggotakan 25 orang.
        Namun produksinya dirasakan belum optimal. Beberapa faktor yang mengakibatkan
        rendahnya produksi kepiting bakau Soft shell di daerah ini antara lain: teknologi budidaya
        dan   pengelolaan   kepiting   bakau   yang   dilakukan   secara   tradisional,   sehingga
        mortalitasnya masih cukup tinggi. Selama ini kebutuhan benih kepiting untuk budidaya
        masih disuplai dari hasil penangkapan di kawasan mangrove dan di sekitar pertambakan.
        Penguasaan teknologi budidaya kepiting masih relatif rendah sehingga kematian kepiting
        masih cukup tinggi; masih rendahnya produksi menyebabkan permintaan  kepiting lunak
        untuk ekspor tidak dapat terpenuhi.
           Di daerah pesisir Kabupaten Pemalang terdapat puluhan hektar hutan bakau dan
        daerah potensial hutan mangrove yang perlu dikembangkan dan dilestarikan. Disamping
        daerah tersebut, di Propinsi Jawa Tengah juga terdapat wilayah pesisir yang memiliki
        potensi untuk pengembangan budidaya kepiting bakau, dengan karakteristik perairan dan
        permasalahan yang berbeda, seperti Kabupaten Demak, Kabupaten Jepara, Kabupaten
        Rembang (Pantura) dan Kabupaten Cilacap (Pansela).
           Pengkajian penerapan teknik budidaya kepiting  Soft shell  merupakan langkah
        strategis   bagi   pembinaan   dan   peningkatan   serta   pengembangan  budidaya  kepiting,
        sebagai upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan pesisir di Wilayah Pantai
        Propinsi Jawa Tengah. Hal ini menjadi lebih penting artinya mengingat semakin
        berkembangnya permintaan akan hasil produk kepiting, yang tidak mungkin dapat
        terpenuhi hanya mengandalkan produksi dari hasil penangkapan. 
           Oleh karena itu untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh
        kelompok petani tambak yang cukup potensial dalam meningkatkan produk komoditi
        unggulan Kabupaten Pemalang khususnya dan Propinsi Jawa Tengah pada umumnya
        serta dalam rangka pemenuhan target produksi yang diminta oleh pembeli/ekportir, maka
        dilakukan   pengkajian   perbaikan   teknologi   budidaya   kepiting   bakau   dengan   cara
        melakukan uji coba budidaya kepiting soft shell dengan menerapkan penggunaan shelter
        pelindung, tata letak karamba, dan manajemen pemberian pakan di kawasan pertambakan
        di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang. 
        Materi dan Metode
           Hasil penelitian BALITBANG Provinsi Jawa Tengah ini dilaksanakan pada
        bulan Oktober – Desember 2005  yang  dilaksanakan di daerah pertambakan di Desa
        Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang. Materi yang dipergunakan dalam
        penelitian ini terdiri dari hewan uji, wadah uji, pakan uji, dan peralatan serta bahan yang
        digunakan selama penelitian.   Hewan uji yang digunakan berupa kepiting bakau (S.
        serrata  Forsskal, 1775) dengan berat awal ± 80 g yang diperoleh dari nelayan
        pengumpul di daerah setempat. Penggunaan hewan uji dilakukan pengelompokan
        berdasarkan berat dan panjang cangkangnya (carapace). 
           Media uji yang digunakan adalah air laut bersalinitas 23 ppt. Dasar penggunaan
        salinitas ini karena dalam Kuntiyo et al. (1994) dinyatakan salinitas yang sesuai bagi
        kondisi lingkungan hidup kepiting bakau adalah 15 – 30 ppt. Pakan yang digunakan
        adalah ikan rucah dari jenis ikan Petek dengan kandungan nutrisi yang telah diketahui
        sebelumnnya . Pakan diberikan pada masing-masing hewan uji per hari adalah 3% dari
        berat tubuh hewan uji (Soim, 1994). Frekuensi pemberian pakan dilakukan 3 kali per
        hari, pagi, sore dan malam hari, kecuali pada penelitian dengan penerapan frekuensi
        pemberian pakan..  Perbandingan jumlah pemberian pakan pada sore dan malam hari
        lebih banyak dari pada pagi hari yaitu ± 20% : 40%:40%, hal ini disebabkan karena nafsu
        makan kepiting bakau lebih besar pada malam hari (Hanafi, 1992).
           Wadah uji yang digunakan selama penelitian ini adalah boks plastik dan penutup
        dari bambu, berukuran (panjang x lebar x tinggit) 30 cm x 20 cm x 20 cm sebanyak 4000
        buah. Sebelum digunakan wadah uji dibersihkan dengan air tawar lalu disterilkan dengan
        menggunakan klorin sebanyak 125 mg/L (LeBlanc dan Overstreet, 1991) kemudian
        dikeringkan. Wadah uji ini diapungkan pada rakit bambu berukuran (1x1 m2) per unit
        perlakuan.   Tata   letak   wadah   dipergunakan   sebagai   perlakuan.   Demikian   juga
        pelindung/shelter wadah dari intensitas sinar matahari dipergunakan sebagai variabel
        dalam perlakuan. Peralatan yang digunakan yaitu: DO meter, pHmeter merk  Hanna,
        Refraktometer merk  Atago,  Termometer, Sechii disk, Neraca Analitik MP-600 merk
        Chyo, Spectrofotometer UV Vis, cuvet, kertas saring dan gelas ukur,  Botol Gelap, Label
        dan alat tulis,  Seser.
           Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
        lengkap dengan menerapkan 3 perlakuan, yaitu penggunaan shelter, penggunaan jenis
        rakit, frekuensi pemberian pakan. Berat dan umur hewan uji diasumsikan homogen. Padat
        penebaran hewan uji sebanyak 15 ekor per m2. Perlakuan ini ditentukan berdasarkan
        tingkat kepadatan tertinggi yang telah diterapkan oleh para petani tambak tradisional
        dalam pemeliharaan kepiting bakau dengan berat awal 50 - 80 g (Suroso, 2004). 
           Berdasarkan hal tersebut kemudian dibuat beberapa perlakuan yaitu perlakuan
        shelter (S) dan Non Shelter (NS), perlakuan penggunaan berbagai jenis rakit 2 baris, 3
        baris dan 4 baris (R2, R3 dan R4), frekuensi pemberian pakan: 1 kali sehari (F1), dua kali
        sehari (F2) dan tiga kali sehari (F3). Masing – masing perlakuan diulang 20 kali. 
           Pengamatan dilakukan selama satu bulan dengan kegiatan meliputi pemberian
        pakan, pengumpulan sisa pakan, pengelolaan kualitas air dan penimbangan berat tubuh
        hewan uji setiap 7 hari sekali. Selain itu diamati pula tingkat mortalitas kepiting dan
        jumlah kepiting moulting selama pemeliharaan. Pengamatan moulting dilakukan setiap 2
        jam sekali   Pengumpulan sisa pakan dilakukan 1 kali sehari sebelum pemberian pakan,
        kemudian sisa pakan tersebut ditimbang berat keringnya untuk mengetahui jumlah pakan
Kata-kata yang terdapat di dalam file ini mungkin membantu anda melihat apakah file ini sesuai dengan yang dicari :

...Pembuatan demplot budidaya kepiting soft cell sebagai upaya pemberdayaan masyarakat pesisir tim peneliti balitbang prov jateng jl imam bonjol semarang ringkasan pendahuluan bakau atau mud crab merupakan salah satu jenis crustacea yang memiliki nilai ekonomis penting sejak beberapa tahun terahir populasi di daerah utara maupun selatan jawa tengah semakin berkurang hal ini antara lain disebabkan karena eksploitasi terhadap sumberdaya sangat intensif dan berkurangnya habitan yaitu hutan mangrove wilayah perairan mengabaikan kelestariannya baik pemanfaatan berlebih dengan cara merusak habitat pada akhirnya akan memiskinkan masyarakatnya seharusnya kegiatan penangkapan harus dibarengai perikanan komoditas ekspor adalah scylla serrata forsskal permintaan pasar domestik dunia makin meningkat dari ke produk diminati konsumen cangkang lunak shell komoditi primadona bernilai tinggi sekitar rp kg berkaitan kabupaten pemalang khususnya pantura umumnya seperti demak jepara rembang terdapat permasal...

no reviews yet
Please Login to review.