165x Filetype PDF File size 0.19 MB Source: eprints.uny.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Civic education dalam nomenklatur pendidikan di Indonesia disebut dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Terdapat tiga komponen utama dalam PPKn yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills) dan watak-watak kewarganegaraan (civic disposition). Mata pelajaran PPKn berkaitan dengan kandungan yang seharusnya diketahui oleh warga negara, kecakapan kewarganegaraan berkaitan dengan perilaku warga negara dalam mempratekkan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, sedangkan watak-watak kewarganegaraan berkaitan dengan karakter publik dan privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional (Branson, 1999 : 8- 23). Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Torney-Purta (2010: 662) menekankan bahwa yang paling penting bukan pengetahuan sipil saja tetapi sikap, kegiatan dan konsep juga sangat penting. Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 37 ayat (1) dan (2) PPKn merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ditempuh peserta didik pada jenjang pendidikan dasar, menengah sampai perguruan tinggi. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan PPKn dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Di dalam PPKn peserta didik diajarkan untuk bela negara sebagai bentuk rasa cinta tanah air. Bela negara dilakukan dengan berbagai bentuk 1 sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing warga negara, bahkan meskipun warga negara tersebut belum mencapai usia dewasa. Gagasan 'pendidikan patriotik' dalam bela negara dapat membantu untuk memahami seberapa baik strategi negara dan program-program bela negara yang diuraikan sesuai dengan sikap dan harapan populasi terhadap patriotisme (Omelchenkova, Maximovaa, Avdeevaa, Goncharovaa, Noyanzinaa & Surtaevaa, 2014: 367). Salah satu kendala dalam pendidikan Kewarganegaraan adalah pembelajaran yang membosankan karena mengutamakan teori. Pembelajaran PPKn yang tidak aplikatif dianggap tidak menarik. Banyak peserta didik beranggapan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan bersifat formalitas dan hanya sebagai syarat untuk kelulusan saja. Anggapan tersebut memunculkan suatu kesimpulan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan bagi peserta didik adalah mata pelajaran dan mata kuliah yang tidak penting (Pipit Widiatmaka, 2016 : 193). Pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap munculnya kebosanan dalam mempelajari PPKn adalah guru. Kebanyakan guru pengampu kurang kreatif menyajikan materi yang banyak hafalan seperti PPKn. Guru dianggap kurang bisa menyampaikan sisi penting dari pembelajaran itu sendiri. Guru dituntut membuat pembelajaran menjadi menarik, baik dari cara penyampaiannya maupun materinya (Suyato, 2019 : https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/19/01/21/ploct1399- mata-pelajaran-pkn-butuh-pembelajaran-menarik, di download tanggal 2 September 2019). 2 Rendahnya minat belajar PPKn memerlukan upaya peningkatan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru dalam meningkatkan minat belajar peserta didik adalah dengan menggunakan media visual (Matrona, 2016 : 85-86). Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Media visual dapat pula menumbuhkan minat peserta didik dan dapat menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata. Namun belum banyak guru PPKn yang mengembangkan media visual. Media visual dikenal juga dengan nama lain yaitu media grafis. Media grafis yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: bagan, diagram, grafik, poster, kartun dan komik. Setiap jenisnya memiliki keunggulan dalam penggunaan masing-masing namun yang paling populer adalah komik (Sudjana & Rifa‟I , 2017 : 68-69). Penelitian yang dilakukan oleh Yusri, Mudrika dan Amin (2013: 10) menyimpulkan komik pancasila merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai media untuk mengimplementasikan nilai-nilai pancasila kepada warga Negara Indonesia. Khususnya untuk anak-anak. Komik memudahkan anak dalam memahami pembelajaran Pancasila. Melalui gambar dan kata-kata pembelajaran Pancasila menggunakan media pembelajaran komik membantu anak menyerap seluruh informasi tanpa merasa harus bersusah payah atau terbebani membaca. Komik membuat anak membaca materi Pancasila dengan sendirinya. Keberhasilan dari gagasan ini memerlukan peran orang tua dan guru supaya dapat menerapkan menggunakan komik dalam pembelajaran pancasila di sekolah-sekolah di rumah. 3 Saat ini pembaca komik memiliki pilihan lain selain membaca komik cetak, yaitu komik digital. Pada tahun 2016 Indonesia menempati pembaca aktif terbanyak di Line webtoon, salah satu penyedia aplikasi komik digital (Inilah.com, https://teknologi.inilah.com/read/detail/2317194/indonesia-pembaca- aktif-terbanyak-line-webtoon, 15 Agustus 2016). Fakta tingginya minat baca komik digital menguatkan asumsi penulis bahwa komik digital dapat dijadikan media pembelajaran yang menarik untuk mata pelajaran PPKn. Komik digital banyak dikembangkan sebagai media pembelajaran mata pelajaran. Penelitian yang dilakukan Wasis Suprapto tahun 2015 menyimpulkan komik digital layak dan efektif dijadikan media pembelajaran IPS di kelas VII SMP. Penelitian pengembangan komik digital lainnya dilakukan oleh Sambada menyimpulkan komik digital layak digunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran Akutansi di Purworejo. Namun saat ini belum banyak komik digital yang dikembangkan sebagai media pembelajaran PPKn. Komik digital yang dapat di jadikan media pembelajaran adalah komik pembelajaran yang sudah di validasi oleh para ahli dan di uji cobakan sampai memenuhi syarat layak dan untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Berdasarkan permasalahan di atas, perlu diteliti mengenai “Pengembangan Media Pembelajaran Komik Digital Untuk Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut: 4
no reviews yet
Please Login to review.