116x Filetype PDF File size 0.85 MB Source: media.neliti.com
UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS SIKUEN STRATIGRAFI DAN PEMODELAN FASIES FORMASI TANJUNG BERDASARKAN DATA LOG SUMUR DAN DATA INTI BATUAN PADA LAPANGAN MIR CEKUNGAN BARITO, KALIMANTAN SELATAN NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR M Ilham Ridwan L2L009061 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI SEMARANG SEPTEMBER 2014 ANALISIS SIKUEN STRATIGRAFI DAN PEMODELAN FASIES FORMASI TANJUNG BERDASARKAN DATA LOG SUMUR DAN DATA INTI BATUAN PADA LAPANGAN MIR CEKUNGAN BARITO, KALIMANTAN SELATAN Oleh: M Ilham Ridwan*, Hadi Nugroho*, Yoga Aribowo*, Mill Sartika Indah**, Dan Perdana Rakhmana Putra** (Corresponding email: muhammad.ilham.ridwan@gmail.com) *Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang **Development Geologist PT Pertamina UTC, Jakarta Pusat ABSTRACT Increased consumption of energy resources of oil and gas, exploration and exploitation process results performed optimally. Interpretation of subsurface using well log data combined with geological disciplines becomes very important in increasing exploration. Location of the study lies in one of the field located in the Barito basin of South Kalimantan province owned by Pertamina UTC. This research was done in the implementation of the final project addressed the subject of mapping subsurface using sequence stratigraphic approachs. The purpose of this research is to determine the type of lithology, facies and depositional environment, sequence stratigraphy, distribution of sedimentation and facies modelling Tanjung Formation in the MIR field. This research is using descriptive method and analytical methods. Descriptive method is a method that does some literature review. While the analysis method is using qualitative analysis to determine the type of lithology, stratigraphy and facies modeling sequence. This analysis uses software petrel 2009 in an analysis of well logs in the distribution of lithology, stratigraphic marker horizon correlation, subsurface mapping and facies modelling. Based on the results of the data analysis and discussion, it can be interpreted that the Tanjung Formation in the MIR field has a type silisiklastik sandstone lithology (sandstone), shale (shale) and coal (coal) with depositional environment in estuarine area. The results of the analysis of stratigraphic marker is 2 MRS (Maximum Surface Regression), 5 FS (Flooding Surface), 2 MFS (Maximum Flooding Surface) and 1 SB (Sequence Boundary) with sequence stratigraphic unit 2 Lowstand System Track (LST), 2 Transgressive System Track (TST) and Highstand System Track 1 (HST). Direction of sedimentation cycles in Tanjung Formation sequence stratigraphy approach leads to Northwest – South east (NNW - SSE). Facies models are divided into two zones: the ZR1 zone and ZR2 zone, where the zone was conducted to calibrate the rock core data. Based on core analysis Estuary facies rocks have Chanel and Tidal flat on Keywell. According to core data support and electrofasies in the study site, there are 3 facies deposition environmental: Chanel Estuary , Tidal flat and Tidal Bars. Keywords : Sequence Stratigraphy, System Track , Distribution of Sedimentation, Facies Modeling. 1 I. PENDAHULUAN Gambar 2.1 secara berurut adalah sebagai berikut : Meningkatnya konsumsi sumber daya energi 1. Formasi Dahor, terdiri dari litologi minyak dan gasbumi, mengakibatkan proses batupasir kuarsa berbutir sedang eksplorasi dan eksploitasi dilakukan terpilah buruk, konglomerat lepas semaksimal mungkin. Baik untuk pencarian dengan komponen kuarsa berdiameter lapangan baru maupun pengembangan 1-3 cm, batulempung lunak, setempat lapangan yang sudah di produksikan. Oleh dijumpai lignit dan limonit, karena itu upaya dalam meningkatkan daya terendapkan sekitar lingkungan produksi minyak dan gas bumi adalah fluviatil dengan tebal sekitar 250 dengan cara meningkatkan eksplorasi meter, dan berumur Plio-Plistosen. dengan melibatkan dua disiplin ilmu, yaitu 2. Formasi Warukin, terdiri dari litologi geologi dan geofisika. batupasir kuarsa dan batulempung Interpretasi bawah permukaan dengan sisipan batubara, terendapkan di menggunakan data log sumur di lingkungan fluviatil dengan ketebalan kombinasikan dengan disiplin ilmu geologi sekitar 400 meter, berumur Miosen menjadi sangat penting dalam peningkatan Tengah sampai dengan Miosen Akhir. eksplorasi. Dalam hal ini pengetahuan yang 3. Formasi Berai, litologinya terdiri dari dibutuhkan adalah bagian dari pengetahuan litologi batugamping terdapat geologi yang mengenai analisis kondisi komposisi fosil foraminifera besar bawah permukan melalui korelasi sumur seperti Spiroclypeus orbitodeus, dan analisis perkembangan distribusi Spiroclypeus sp. yang menunjukkan sedimentasi pada cekungan sehingga akan umur Oligosen-Miosen Awal dan didapatkan gambaran mengenai distribusi bersisipan napal, terendapkan dalam pengendapan. lingkungan neritik, dan mempunyai Penelitian ini di lakukan dalam ketebalan sekitar 1000 meter. pelaksanaan tugas akhir ini adalah pemetaan 4. Formasi Tanjung terdiri dari beberapa bawah permukaan (subsurface mapping) fasies diantaranya : pada Formasi Tanjung dengan menggunakan a. Fasies Konglomerat terdiri dari pendekatan sikuen stratigrafi. Lapangan Konglomerat bawah, dengan pengembangan yang di digunakan untuk komponen sebagian besar terdiri penelitian adalah lapangan MIR. komponen seperti batuan malihan, Lokasi penelitian terletak pada salah batuan beku, batuan klastika, satu lapangan pada cekungan barito yang batugamping dan kuarsa. Komponen terletak di propinsi Kalimantan Selatan milik Fasies Konglomerat berukuran dari 1 PERTAMINA UTC. Cekungan Barito cm sampai 8 cm, berbentuk bulat merupakan salah satu dari sekian banyak sampai membulat tanggung, terpilah cekungan di Indonesia yang memiliki buruk, dan komponen Fasies prospek hidrokarbon yang cukup baik. Konglomerat bermassa dasar Pada tugas akhir ini akan dibahas siklus batupasir kuarsa berbutir kasar. Fasies sedimentasi, lingkungan pengendapan Konglomerat ini merupakan bagian melalui konsep sikuen stratigrafi dan paling bawah dari Formasi Tanjung penyebaran geometri fasies berdasarkan data yang diendapkan tidak selaras diatas inti batuan (core) yang dibuat pemodelan batuan atas Pra-Tersier, tebalnya fasies penyebarannya. berkisar antara 8 meter dan 15 meter. II. GEOLOGI REGIONAL Di tepi barat Pegunungan Meratus, Secara umum stratigrafi Cekungan Fasies Konglomerat lebih tebal dari Barito dari muda ke tua Hall (2011) pada yang di tepi timurnya. Di beberapa 2 tempat di tepi timur ditemukan tufa berwarna putih dengan ketebalan sisipan batupasir berbutir kasar perlapisan antara 5 cm dan 15 cm, dengan ketebalan antara 75 cm dan sebagian terubah menjadi kaolin. 100 cm, yang memperlihatkan d. Fasies Batupasir Atas terdiri dari struktur sedimen lapisan silang-siur batupasir berbutir halus sampai berskala menengah. Adanya sedang, berlapis baik, dengan perbedaan ketebalan pada Fasies ketebalan perlapisan antara 3 cm dan Konglomerat dan struktur perlapisan 25 cm. Tebal fasies ini berkisar dari silang-siur pada batupasir 12 meter sampai 26 meter. Struktur menunjukkan arah arus purba dari sedimennya lapisan sejajar serta arah barat. lapisan silang-siur pada batupasir b. Fasies Batupasir Bawah terdiri dari berbutir sedang dan laminasi sejajar batupasir berbutir sedang sampai serta silang-siur pada batupasir kasar setempat konglomeratan. berbutir halus dan yang terakhir Batupasir ini terdiri dari butiran adalah Fasies Batulempung Atas kuarsa dengan sedikit kepingan terdiri dari batulempung berwarna batuan vulkanik, rijang, dan feldspar. kelabu kehijauan dan masif. Fasies ini berlapis tebal yaitu antara 50 cm dan 200 cm. Struktur sedimennya adalah lapisan sejajar, lapisan silang-siur dan lapisan tersusun. Tebal fasies ini terukur di tepi barat Pegunungan Meratus antara 46 meter dan 48 meter, sedangkan di bagian tengah dan tepi timurnya antara 30 meter dan 35 meter. c. Fasies Batulempung Bawah terdiri dari batulempung berwarna kelabu, dengan sisipan batubara dan batupasir. Ketebalan fasies ini berkisar dari 28 meter sampai 68 meter. Struktur sedimen di dalam batulempung, yang terlihat berupa lapisan pejal, laminasi sejajar, setempat laminasi silang-siur dengan ketebalan berkisar antara 3 cm sampai 5 cm. Batubara berwarna hitam Gambar 2.1. Kompilasi stratigrafi pada Cekungan mengkilap terdapat sebagai sisipan Barito.(Koesoemadinata,dkk.1994) dengan ketebalan berkisar antara 30 III. METODOLOGI cm dan 200 cm. Setempat lapisan Metode penelitian yang digunakan batubara berasosiasi dengan dalam penelitian ini adalah metode batulempung berwarna kehitaman. deskriptif dilanjutkan dengan metode Sisipan batupasir berbutir halus analisis. Metode deskriptif adalah metode sampai sedang dengan ketebalan penelitian untuk memperoleh gambaran perlapisan antara 5 cm dan 25 cm. mengenai situasi atau kejadian, sehingga Struktur sedimennya adalah laminasi metode ini bertujuan mengadakan sejajar dan setempat laminasi silang- akumulasi dasar data belaka. Dalam siur. Setempat ditemukan pula sisipan metode penelitian yang lebih luas, metode 3
no reviews yet
Please Login to review.