Authentication
174x Tipe DOCX Ukuran file 0.03 MB Source: mahasiswa.yai.ac.id
Realitas Penerapa Pancasila Dalam Pelestarian Alam Indonesia Nama : Muhamad Zaki Fajrian No. Mahasiswa : 2034190002 Jurusan : Arsitektur Semester : Satu (1) Kelas : Pagi Abstract This paper reveals two important things: first, to show the relevance of the Pancasila with nature conservation in Indonesia.Second, this case study reinforces the argument that progress of infrastructure that destroy nature,the control of group of people over an environtment that exploits nature,this papper will describe the reality of the aplication of pancasila in nature conservation and how sould be applied to nature consevation. Keywords: nature conservation in Indonesia, Pancasila, reality, aplication. Abstrak Tulisan ini menunjukkan dua hal penting; Pertama, untuk memperlihatkan relevansi ‘Pancasila’ dengan pelestarian alam Indonesia. Kedua, ditengah perdebatan tentang kemajuan pembangunan infrastruktur yang merusak alam, penguasaan sekelompok manusia terhadap suatu lingkungan yang mengeksploitasi alam, tulisan ini akan menjabarkan realitas realitas pancasila dalam pelestarian alam dan bagaimana seharusnya penerapan pancasila terhadap pelestarian alam. Kata - kata kunci: pelestarian alam Indonesia, Pancasila, realitas, realitas. 1 Pendahuluan Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945 dari hasil perumusan yang dilakukan oleh tokoh perumusan Pancasila. Pancasila hadir di tengah kita semua sebagai pemersatu pandangan hidup masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk menjaga dinamika di dalam masyarakat. Kita bisa mengenal pandangan hidup sebagai ideologi. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan definisi ideologi sebagai suatu kumpulan dari konsep bersistem yang dijadikan asas atau dasar pendapat atau kejadian yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup manusia. Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia, yang membentuk Indonesia menjadi negara yang memiliki konstitusi dan sukses kejar mimpi diakui banyak negara. Isi dari Pancasila itu sendiri yaitu lima butir sila yang menjadi asas dari kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu (1) Ketuhanan yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, dan (5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Menerapkan Pancasila dalam menjalani kehidupan bermasyarakat merupakan salah satu kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia. Nilai-nilai luhur pancasila pada era modern ini seharusnya mampu memotivasi warga Negara Indonesia untuk berperilaku baik sebagaimana cita-cita bangsa dan Negara yang memiliki makna atau nilai-nilai yang sangat bijaksana dan penuh dengan kebaikan pada setiap sila menjadi konsep kehidupan berbangsa dan bernegara yang sempurna. 2 Realita Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat Apakah nilai - nilai Pancasila sudah terimplementasikan dalam kehidupan sehari hari Masyarakat Indonesia? atau Apakah nilai-nilai Pancasila sudah secara sistematis “terlupakan” dalam khazanah kehidupan masyarakat kita? fakta-fakta di tengah masyarakat bisa menjadi bukti bahwa dasar bernegara ini cenderung hanya menjadi slogan di dinding atau sekedar bahan pelajaran di sekolah-sekolah. Hapal Pancasila, tapi sesama anak bangsa saling serang, jalan terus, agama dijadikan sumber konflik, parpol saling sikut dan kongkalingkong, persatuan diabaikan dan kekayaan alam hanya segelintir orang. Begitulah fenomenanya di jaman sekarang. Pancasila seakan tercerabut dari masyarakatnya sendiri, tercerabut dari orang-orang yang sudah bersepakat untuk mengambilnya sebagai jalan hidup. Kalau memang kita sudah memandang dari akar, dari tempat berpijak, maka kita tidak lagi menapak tanah, publik sudah menjadi publik di awang-awang. Tak tahu realitas lagi, tak terikat lagi dengan sekitarnya. Bersenang-senang dengan segala yang bersifat konsumerisme, lupa akan tanah tempat berpijak. Pada konteks ini komunitas yang tak menapak tanah adalah orang-orang yang tak lagi paham akan jernihnya air di sungai, gelepar ikan di sela bebatuan, kuningnya padi di musim panen yang bercengkerama dengan pipit terbang rendah, tak paham lagi akan pekatnya air rawa gambut tempat berlayar biduk nelayan pencari purun. Yang tampak di depan mata hanyalah hamparan alam yang bisa menjadi sumber daya, memandang lahan sebagai sumber kekayaan pribadi. Itulah publik yang tak lagi berpijak, orang- orang jaman sekarang. Melepaskan masyarakat dari hakekat alam semesta atau dari keterhubungannya dengan ekosistem yang lebih besar, sama saja dengan melepaskannya dari pondasi bernegara. Pancasila sudah merangkum semua dasar-dasar kehidupan, aspek ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan sosial untuk semua makhluk. Sudah ditegaskan semua itu, yang intinya menyatakan bahwa kehidupan ini adalah ekosistem yang besar. Dalam bahasa lain, kehidupan terdiri atas geopolitik dan geospasial yang harus diimplementasikan sebagai sebuah kesatuan. Satu sudut pandang yang berangkat dari kepentingan semua makhluk bersama-sama. Wawasan nusantara begitulah bahasa yang kerap didengar. Oleh, kalau sekarang kita banyak yang mendengar dan membantu bencana karena bencana yang tidak hilang, seperti kabut asap kabut gara-gara kebakaran lahan atau derasnya banjir di musim hujan, pada pernah kita sudah menjadi bagian dari publik yang tak dekat lagi dengan dasar bernegara. Bencana bukan karena faktor alam sendiri, sangat kecil kemungkinannya, tapi justru sebaliknya karena ulah manusia. Manusialah yang membabat hutan, hutan dan manusia juga yang kemudian menderita serta dipusingkan dengan hal itu. Manusia yang melepaskan diri dari tempatnya berpijak dan itu adalah manusia yang tidak menjiwai Pancasila. Terhadap kerusakan lingkungan, termasuk kebakaran hutan dan lahan (karhutla), sudah cukup banyak usaha yang dilakukan, namun hampir bisa memastikan semua tak tuntas dalam menyelesaikan masalah. Kecenderungan hanya penawar rasa sakit, sikap cepat dalam tanggap darurat tapi minim pada mitigasi. Bencanapun terus berulang. 3 Siapakah yang berada di sekitar kebakaran hutan dan lahan tersebut? Masyarakat desa, pemerintah desa, pemerintah kabupaten dengan beragam SKPD nya, dan perusahaan perkebunan. Itulah komponen yang terkait langsung, yang paling banyak beraktifitas dan memiliki tanggungjawab langsung terhadap keadaan alam setempat. Andai setiap kemarau masih terjadi karhutla maka bisa dipertanyakan ada apa yang terjadi sebenarnya. Jangan-jangan mereka justru menjadi penyebab masalah alih-alih penyelesai masalah. Begitupun, saat musim hujan, banjir selalu datang dan kita selalu disibukkan dengan soal dapur darurat, tim penanggulangan, sarana prasarana dan seterusnya. Bencana seakan menjadi proyek tahunan yang harus selalu masuk dalam mata anggaran. Bukan antisipasi tapi keyakinan bahwa bencana itu pasti datang. Apabila mau menyelesaikan masalah, lihatlah pada akar masalah. Saya bisa mengetahui bahwa akar masalah kita adalah karena melupakan dasar bernegara, mengabaikan Pancasila sebagai sesuatu yang konkrit. Tidak menjadikan Pancasila sebagai sesuatu yang penting, dan melepaskan Pancasila dari kehidupan sehari- hari. Derita saat bencana terjadi, hanya ekses saja dari semua hal itu. 4
no reviews yet
Please Login to review.