Authentication
225x Tipe PDF Ukuran file 0.23 MB Source: sc.syekhnurjati.ac.id
BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Konsep Pemberdayaan Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata Power (kekuasaan / keberdayaan). Karenanya ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam beberapa hal, yaitu: 1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (Freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan. 2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa- jasa yang mereka perlukan. 3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputuan yang mempengaruhi mereka. Pemberdayaan menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti tenaga atau kekuatan, proses, cara, dan perbuatan memberdayakan (pusat bahasa departemen pendidikan nasional. 2002: 242). Menurut Daniel Sukalele (2013: 10) mengatakan bahwa pemberdayaan adalah upaya yang membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuuk mengembangkannya. Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif, sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling tidak harus ada perbaikan akses paling tidak terhadap empat hal, yaitu akses terhadap sumberdaya, akses terhadap teknologi, akses terhadap 10 11 pasar,dan akses terhadap permintaan. Pemberdayaan yang dimaksud adalah proses untuk mengaktualisasikan potensi manusia dengan tujuan agar dapat terpenuhi kehidupan sesuai harkat dan martabat manusia, di dalamnya terkandung tiga nilai yaitu kelestarian hidup, harga diri, dan kebebasan. Salah satu bentuk dari aktualisasi pemberdayaan masyarakat tercermin dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan hingga menikmati hasil. 1. Proses belajar sosial. Proses belajar sosial dapat diartikan sebagai proses interaksi sosial di antara warga masyarakat dengan lembaga-lembaga yang ada yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mereka melalui kegiatan-kegiatan pemecahan masalah yang ada di masyarakat (Tjokrowinoto, 1996:225 dalam Soetomo: 2013:411). Peningkatan kemampuan ini tidak dilakukan melalui pendidikan formal, tetapi melalui partisipasi dan interaksi dalam proses pengambilan keputusan dan aktivitas bersama untuk melaksanakan keputusan tersebut. Dengan demikian, strategi pembangunan yang memanfaatkan proses belajar sosial berarti juga telah memanfaatkan energi kreatif, pengetahuan, dan kearifan yang terdapat dalam masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Dalam pelaksanaannya, proses belajar sosial tidak hanya berlaku bagi warga komunitas tetapi juga pihak-pihak lain yang terlibat dalam upaya pembangunan di tingkat komunitas tersebut, baik dari pihak pemerintah maupun organisasi non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pihak-pihak dari luar komunitas tersebut harus belajar bersama masyarakat lokal untuk mengetahui kondisi dan permasalahan aktual yang ada di masyarakat, serta belajar tentang bagaimana memecahkan masalah yang sedang dihadapi (Soetomo, 2013:413). 12 2. Keberlanjutan. Hasil dari proses belajar sosial adalah peningkatan kapasitas baik pada tingkat warga masyarakat maupun pada tingkat komunitas untuk melaksanakan pembangunan dan pengelolaan sumber daya dilingkungan komunitasnya secara lebih mandiri (Soetomo, 2013:419). Dengan demikian, bentuk nyata dari kapasitas tersebut adalah adanya tindakan bersama pada tingkat lokal untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan memecahkan berbagai masalah.Apabila tindakan bersama tersebut dilakukan secara berkesinambungan dan bersifat mandiri, maka dalam komunitas yang bersangkutan telah terjadi keberlanjutan pembangunan atau sustainability.Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa tindakan bersama yang berkesinambungan merupakan kunci utama tumbuhnya keberlanjutan. Tindakan bersama yang berkesinambungan tersebut, dimungkinkan karena di dalam masyarakat yang bersangkutan telah terjadi proses institusionalisasi, dengan demikian aktivitas membangun dan mengelola sumber daya secara mandiri tersebut sudah menjadi bagian dan terintegrasi ke dalam pola aktivitas bersama dalam komunitas. Oleh sebab itu, ada atau tidak ada rangsangan dari luar, aktivitas membangun akan tetap berlangsung. Hal tersebut sejalan dengan laporan penelitian Sajogyo (1994:33) dalam Soetomo (2013:420), yang mengatakan bahwa pembangunan masyarakat desa yang berkelanjutan hanya dapat berlangsung atas potensi sosial budaya masyarakat di desa yang bersangkutan. Berbeda dengan Mardi Yatmo Hutomo (2000: 1-2) mengatakan bahwa konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model pembangunan dan model industrialisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut: 1) Bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun dari pemusatan penguasaan faktor produksi. 13 2) Pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran. 3) Kekuasaan akan membangun bangunan atas sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum, dan ideologi yang manipulatif untuk memperkuat dan legitimasi. 4) Kooprasi sistem pengetahuan, sistem hukum, sistem politik, dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat,yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya. Akhirnya yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan hal tersebut maka dilakukan dengan proses pemberdayaan bagi yang dikuasi (empowerment of the powerless). Daniel Sukalele (2013: 10) mengatakan bahwa kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup (basic need) yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Dengan demikin dapat dipahami bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan satu upaya untuk meningkatkan kemampuan atau potensi masyarakat dalam kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan mereka dan dapat berpotensi dalam proses pembangunan nasional. Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengimplementasiannya dimaknai beragam oleh para pelaksana kebijakan dalam berbagai bentuk program dan proyek pembangaunan. Menurut Priyono dan pranarka (1996: 44-46) Empowerment yang dalam bahasa indonesia berarti pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Eropa. Konsep pemeberdayaan ditengarai mulai muncul sekitar dekade 70-an dan kemudian berkembang terus hingga kini. Empowerment Eropa modern pada hakikatnya merupakan aksi emansipasi dan liberalisasi manusia dari totaliterisme keagamaan yang kemudian menjadi subtasi pemberdayaan (Soetandyo Wignyosoebroto, 2005: 67).
no reviews yet
Please Login to review.